Senin, 08 Januari 2007

klik gambar untuk memperbesar
  1. Penyerah Piutang menyerahkan pengurusan Piutang Negara secara tertulis disertai resume dan dokumen kepada PUPN melalui KPKNL.
  2. KPKNL meneliti surat penyerahan berikut lampirannya, dan dituangkan dalam Resume Hasil Penelitian Kasus (RHPK).
  3. Dalam hal berkas penyerahan telah memenuhi persyaratan dan dari hasil penelitian berkas dapat dibuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara, PUPN menerima penyerahan pengurusan Piutang Negara dengan menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N). PUPN menolak penyerahan pengurusan Piutang Negara dengan menerbitkan Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara dalam hal kelengkapan syarat-syarat penyerahan tidak dapat dipenuhi oleh Penyerah Piutang, sehingga tidak dapat dibuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara.
  4. Setelah SP3N terbit, KPKNL melakukan panggilan secara tertulis kepada Penanggung Hutang (PH) dalam rangka penyelesaian hutang. Dalam hal PH tidak memenuhi panggilan, KPKNL melakukan panggilan terakhir. Dalam hal PH menghilang atau tidak mempunyai tempat tinggal/tempat kediaman yang dikenal di Indonesia, KPKNL melakukan Pengumuman Panggilan melalui media massa.
  5. Dalam hal PH datang memenuhi panggilan atau datang atas kemauan sendiri, wawancara dilakukan dengan PH tentang kebenaran adanya dan besarnya Piutang Negara serta cara-cara penyelesaiannya. Hasil wawancara dituangkan dalam Berita Acara Tanya Jawab (BATJ).
  6. Berdasarkan BATJ, dapat diketahui kemungkinan sebagai berikut : a.PH mengakui jumlah hutang dan sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka waktu yang ditetapkan; b.PH mengakui jumlah hutang namun tidak sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka waktu yang ditetapkan; c.PH tidak mengakui jumlah hutang baik sebagian atau seluruhnya, tetapi tidak dapat membuktikan;
  7. Apabila berdasarkan BATJ diketahui hasilnya sesuai dengan butir 6.a dan 6.b maka dibuatkan PB yang ditandatangani oleh PH dan Ketua PUPN
  8. Dalam hal PH tidak membayar angsuran sesuai ketentuan dalam PB, paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja KPKNL memberikan peringatan secara tertulis kepada PH untuk memenuhi kewajibannya.
  9. PUPN menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN), dalam hal PB tidak dapat dibuat karena: a.PH tidak mengakui jumlah hutang baik sebagian atau seluruhnya, tetapi tidak dapat membuktikan; b.PH mengakui jumlah hutang, tetapi menolak menandatangani Pernyataan Bersama tanpa alasan yang sah; atau c.PH menghilang, tidak diketahui alamatnya, atau PH tidak memenuhi panggilan dan/atau pengumuman panggilan.
  10. PUPN melakukan penagihan sekaligus dengan Surat Paksa (SP), dalam hal : a.PH tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam PB, setelah terlebih dahulu diberi peringatan tertulis; b.PH menandatangani PB yang berisi pengakuan jumlah hutang namun tidak sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau c.telah diterbitkan Surat Keputusan PJPN.
  11. Dalam hal setelah lewat waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak SP diberitahukan, PH tidak melunasi hutangnya, PUPN menerbitkan Surat Perintah Penyitaan (SPP) terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH dan/atau Penjamin Hutang (PjH) yang ditindaklanjuti dengan penyitaan oleh Jurusita Piutang Negara dan dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan.
  12. Apabila PH tidak menyelesaikan hutangnya setelah penyitaan dilaksanakan, PUPN menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH yang telah disita.
  13. Berdasarkan SPPBS, barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH dijual melalui lelang didahulu dengan Pengumuman Lelang. Apabila dalam pelaksanaan lelang, objek lelang belum laku, maka dapat dilelang ulang.
  14. Dalam hal hasil lelang dapat menutupi sisa hutang, maka hutang dinyatakan lunas. Apabila belum lunas, maka dapat dilakukan lelang atas barang jaminan yang tersisa atau upaya penagihan lainnya. Namun, apabila barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain yang telah disita tidak ada lagi, maka dapat dilakukan pemeriksaan terhadap : a.PH, PjH, atau Pemegang Saham untuk mengetahui kemampuan dan/atau keberadaannya apabila yang bersangkutan menghilang atau tidak diketahui alamatnya. b.Keberadaan harta kekayaan lain.
  15. Dalam hal masih terdapat sisa hutang dan memenuhi syarat yang ditentukan, PUPN dapat menetapkan Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT). Pengurusan piutang negara dapat dilanjutkan kembali apabila dalam perkembangannya PH diketahui mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutang.

Selain langkah proses pengurusan piutang Negara seperti tersebut di atas, PUPN/DJKN dapat menempuh upaya hukum lain dalam rangka penyelesaian piutang Negara, seperti pencegahan bepergian ke luar dari wilayah Republik Indonesia dan tindakan Paksa Badan atau penyanderaan (gijzeling).

Kesempatan untuk menyelesaikan piutang secara noneksekusi juga diberikan kepada PH/PjH, misalnya menjual sendiri barang jaminannya atau dengan cara penebusan. Selain itu, upaya penyelesaian melalui restrukturisasi hutang juga dimungkinkan selama sesuai ketentuan yang berlaku.